
Fenomena "17+8": Tuntutan Krusial dalam Gelombang Protes Indonesia 2025
Pada 1 September 2025, muncul gerakan publik yang dikenal sebagai tuntutan "17+8", yang menandai tonggak penting dalam rangkaian protes besar yang melanda Indonesia sejak akhir Agustus. Istilah "17+8" merujuk pada 25 tuntutan yang terdiri dari 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang harus dipenuhi pemerintah, sebagai wujud respon atas keresahan masyarakat terhadap berbagai isu sosial, politik, dan ekonomi.
Tuntutan ini diformulasikan oleh sejumlah tokoh sosial media dan publik figur seperti Salsa Erwina Hutagalung, Fathia Izzati, Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Andhyta Firselly Utami, dan Jerome Polin dalam waktu hanya tiga jam. Mereka mengompilasi dan merangkum 211 tuntutan dari berbagai organisasi sipil, akademisi, dan serikat pekerja menjadi dokumen 25 tuntutan tersebut.
17 tuntutan jangka pendek yang telah diberikan batas waktu pemenuhan hingga 5 September 2025, menyerukan aksi segera dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), partai politik, kepolisian, dan kementerian ekonomi. Beberapa di antaranya adalah penarikan militer dari peran sipil, pencabutan revisi Undang-Undang TNI 2025 yang memicu gelombang protes, pembebasan pengunjuk rasa yang ditangkap, penghentian kenaikan tunjangan DPR, dan penjaminan kondisi kerja yang adil.
Sementara itu, delapan tuntutan jangka panjang yang dijadwalkan terpenuhi pada 31 Agustus 2026, berfokus pada reformasi struktural yang lebih luas, termasuk audit dan reformasi DPR, revisi undang-undang pajak dan anti-korupsi, desentralisasi fungsi kepolisian, penghapusan peran militer dalam urusan sipil, serta penguatan lembaga hak asasi manusia.
Tuntutan ini disuarakan di tengah situasi sosial-politik yang memanas akibat kematian tragis Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring, yang memicu protes besar di berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Makassar. Demonstrasi ini menimbulkan kerusuhan dengan pembakaran gedung pemerintah dan bentrokan dengan aparat keamanan. Serta ada kekhawatiran terkait hilangnya sekitar 23 orang sejak protes dimulai, menurut Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras).
Gerakan "17+8" mengekspresikan tuntutan perubahan yang mendesak dan struktural, mengusung aspek transparansi, reformasi, dan empati ke panggung kebijakan nasional. Influencer dan figur publik juga tampil langsung dalam mengadvokasi tuntutan ini di depan kompleks DPR, menegaskan bahwa tuntutan bukan hanya soal satu kasus, melainkan representasi dari banyak masalah dan harapan rakyat Indonesia.
Dengan deadline yang ketat dan panggilan aksi yang luas, tuntutan "17+8" menjadi simbol perlawanan dan harapan reformasi nyata yang diharapkan mengubah wajah politik dan sosial Indonesia ke arah yang lebih adil dan transparan.
Tag:
Sumber:
en.wikipedia.org
gulfnews.com
en.tempo.co
en.wikipedia.org
en.tempo.co